Wabup Sugirah Gugat Untuk Batalkan Jual Beli Aset Negara Senilai 9 M

FaktaNews.– Wakil Bupati Banyuwangi, belakangan Sugirah diketahui melakukan langkah – langkah taktis upaya hukum berjuang menggagalkan jual beli aset Negara.

Langkah Sugirah ditengah Cap ban Serep terkait jabatan sebagai wakil Bupati tersebut terkait usaha menyelamatkan jual beli aset Negara yang bernilai Milyaran rupiah.

Ini terpantau Media dalam persidangan dan perkara gugatan no Nomor: 67/ Pdt.G/ 2022/ PN.Byw.

Dalam perkara tersebut Sugirah atas nama jabatannya selaku penggugat pembatalan jual beli tanah Hak Guna Usaha (HGU) No. 3 terletak di Desa Bomo, seluas 95.000 M2, terletak di Desa Bomo, Kecamatan Blimbingsari, Kab. Banyuwangi.

Sementara itu, tanah HGU tersebut telah habis masanya pada tahun 2010 dan tidak diperpanjang justru diketahui telah dijual belikan pemilik ijin HGU yang telah mati kepada pihak lain.

Pelaku jual beli adalah pemilik perusahaan nilainya cukup fantastis nilai kurang lebih Rp. 9.000.000.000,- (Sembilan milyar rupiah), angka ini setidaknya bisa untuk sedikit membantu perbaikan kerusakan jalan daerah Banyuwangi yang kesulitan tercover APBD.

“HGU nya mati tahun 2010 tahun lalu, mestinya kalau tidak diperpanjang kembali kepada negara, la kok 2017 dijual kepada perusahaan lain, jual belinya juga tanpa melibatkan Negara oleh 2 (dua) Perseroan Terbatas dengan nilai kurang lebih Rp. 9.000.000.000,- (Sembilan milyar rupiah) itu terjadi pada tahun 2017,” kata Ikbal SH kuasa hukum Wabup Sugirah ditemui di PN Banyuwangi, Kamis, 2 Juni 2022.

Baca juga:  Rebound Dalam Basket, Menginspirasi Banyuwangi Optimis Melompat Kembali

Gugatan itu, juga turut mengajak pemerintahan desa yakni Kepala Desa Bomo (Ir. Sutikno) sebagai Penggugat.

Eks kuasa hukum pasangan Ipuk Sugirah dalam sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi yang kini ketua  Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (BBHAR) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan DPC. Kab. Banyuwangi itu menilai ada pelanggaran hukum dilakukan pihak terkait dalam jual beli tanah HGU tersebut.

“Ada dasar untuk melakukan gugatan tersebut seperti Pasal 17 ayat 1 (a) dan 2 Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1996, jo. pasal 22 ayat (2) jo. Pasal 31 (a) jo. Pasal 32 Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 2021,” kata Ikbal disamping kuasa hukum Anwar Anang.

Mengacu kepada aturan tersebut, menurutnya telah ditegaskan bahwa tanah HGU yang sudah habis masa/ mati, maka secara otomatis kembali menjadi milik Negara.

“Yang artinya tidak dapat dialihkan baik hak maupun kepenguasaanya kepada pihak lain/ tidak boleh diperjualbelikan tanpa melibatkan Negara/ pemerintah,”

Apalagi dalam jual beli justru negara sebagai pemilik yang sah tidak dilibatkan dalam jual beli.

Dia menilai, jual beli yang dilakukan terhadap HGU yang sudah mati tentunya sebagai perbuatan melawan hukum, dan itu secara otomatis batal demi hukum.

“Bisa dikatakan jual beli bodong, karena buku fisik HGU tersebut sudah tidak berlaku lagi, yang seharusnya pemegang/ atas nama fisik SHGU menyerahkan kepada Badan Pertanahan baik untuk perpanjangan izin, perbaruan izin, atau sebagagainya sesuai amanat Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1996 jo. Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 2021,” terangnya.

Baca juga:  Pejuang Rupiah Kawah Ijen Terbakar Saat Menambang dan Meninggal

Selain hak negara dirugikan, kerugian negara dalam jual beli tersebut juga meliputi  pajak atau hak- hak Negara termasuk hak masyarakat lainnya.

“Pak Wabub Sugirah dan Kepala Desa Bomo (Ir. Sutikno) meminta kepada majelis hakim agar menghukum kedua belah pihak yang telah melakukan jual beli tanah Negara tanpa izin Negara/ pemerintah dengan denda sebesar Rp. 100.000.000.000,- (seratus milyar) lebih,”ungkapnya.

Ikbal menilai, gugatan ini bisa untuk pelajaran hak negara dan masyarakat harus menjadi tolak ukur terhadap aset negara.

“Pak Sugirah sudah ngomong sama saya, denda 100 Milyar itu nantinya untuk membantu masyarakat dan membangun Banyuwangi,”ungkapnya.

Lebih jauh Ikbal mengatakan, hak masyarakat dalam hal ini melekat karena tanah yang sudah mati HGU juga ada hak yang sama masyarakat mengambil alih.

“Bisa saja rakyat merasa dirugikan lalu mengambil langkah hukum seperti melakukan gugatan intervensi, lembaga lembaga juga bisa melakukan gugatan, intinya HGU mati kembali menjadi milik negara, kita semua punya hak yang sama untuk mengajukan itu, kalau mereka menjual belikan kita juga dirugikan,”katanya.(*hey/kin).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *