Faktanews.co.id.–Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menentang narasi dominan yang berkembang di publik memuncak dengan pelabelan talibanisasi, radikalisme dan intoleran atas 75 pegawai KPK yang disingkirkan melalui mekanisme Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Selama ini bahwa KPK telah mengalami talibanisasi dan radikalisme?.bahkan sering diumbar diumbar di publik bahwa NB (Novel Baswedan) adalah motornya.
“Banyak di antara 75 karyawan yang dinonaktifkan itu beragama Kristen, Budha dan lainnya, yang jelas-jelas tak bisa masuk dalam kategori itu,”ungkap Pdt. Jacky Manuputty, Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-Gereja (PGI) Indonesia dalam keterangan tertulisnya, (29/5).
PGI menegaskan, sejak awal berdirinya KPK telah berulang kali terjadi upaya pelemahan KPK, baik dari luar maupun dari dalam KPK sendiri.
Menurutnya, banyak isu berhimpitan di situ, namun terasa ada aroma ketidakadilan yang menonjol terkait penonaktifkan 75 karyawan dimaksud.
“Pada posisi ini PGI harus bicara secara kritis sehingga aspek keadilan yang harus dijunjung tidak dikuburkan di bawah stigma talibanisme yang menerpa KPK,”katanya.
Lebih jauh PGI menyampaikan perlu ukuran jelas (TWK) ditakar satu demi satu untuk melihat akumulasinya yang berujung pada tindakan menonaktifkan itu.
“Kita tak pernah punya daftar isu lainnya dan indikator yang dipakai dalam TWK di KPK,”paparnya.
Sebelumnya hal keprihatinan yang sama disampaikan Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Pdt Gomar Gultom.
“Kita sangat prihatin dengan upaya-upaya pelemahan KPK yang terjadi selama ini, terutama yang memuncak dengan pelabelan intoleran dan radikalisme atas 75 pegawai KPK melalui mekanisme Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) belakangan ini,” kata Pdt Gomar Gultom, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) saat menerima 9 perwakilan pegawai KPK bersama Tim Hukumnya yang berkunjung ke Grha Oikoumene Jumat (28/5) sore.
Gomar khawatir, upaya menyingingkirkan mereka yang selama ini memiliki kinerja baik serta memiliki integritas kuat dengan alasan tidak lulus TWK.
“Para penyidik berpikir ulang untuk melaksanakan tugasnya dengan profesional sesuai dengan kode etik KPK di masa depan, karena khawatir mereka di-TWK-kan dengan label radikal,” terang Gomar.
Lebih lanjut Gomar mengatakan bahwa PGI akan menyurati Presiden untuk dapat segera mengambil tindakan penyelamatan lembaga anti rasuah ini dari upaya-upaya pelemahan ini, dengan menyelamatkan ke-75 pegawai KPK tersebut.
Seperti diketahui, Pengumuman tidak lolosnya pegawai KPK dalam peralihan Status ASN membuat kontroversi ditengah publik (padahal mereka sebagian diantaranya mantan aparat berprestasi di institusi sebelumnya).
Pun ketika dari 75 orang itu 24 diantaranya dikatakan masih bisa dibina untuk alih status ASN tak meredakan bau pelemahan KPK.
TWK terindisikasi hanyalah proses upaya justifikasi yang sudah ditarget tertentu.
Kontroversi itu semakin memuncak ketika sebagian yang dinyatakan tak lulus TWK mengungkap berbagai hal tes TWK yang dinilai janggal dan pertanyaan aneh tidak ada hubungannya serta perlakuan beda dengan yang lain.
Kontrovesi pandangan publik juga dipicu track record mereka yang dinyatakan tak lulus adalah mereka pernah dan sedang menangani kasus-kasus korupsi yang sangat signifikan dinegeri ini.
Sementara itu, Hotman Tambunan mengeluhkan, ketika taat beragama diidentikkan dengan talibanisme.
“Kami harus taat beragama, karena agamalah yang mengajar kami untuk berbuat seturut etika. Di KPK itu godaannya banyak sekali, dan ancaman selalu datang. Nilai-nilai agamalah yang membuat kami tetap bertahan,” kata warga GKI Kayu Putih tersebut, menunjuk rekannya yang selama tiga tahun berturut-turut terakhir ini selalu mendapat nilai A dalam kinerjanya.(*pgi/kor/pim).