FaktaNews.- Di Banyuwangi terdapat 4 kasus agraria berujung kriminalisasi dari 12 kasus agraria berujung kriminalisasi Di Jawa Timur.
Dari 12 kasus tersebut, sedikitnya 87 warga menjadi korban, sebagian besar dipenjara, ada yang masih menjadi tersangka, sebagian mengalami siksaan fisik, bahkan juga tertembak peluru aparat.
Catatan Lingkar Studi Kerakyatan (LASKAR) dalam kurun waktu sepanjang tahun 2015-2021 di Jawa Timur juga tak menampik dalam kasus itu, pengusaha juga menggunakan Preman Bayaran untuk mengintimidasi hingga merusak tanaman para petani.
Dengan 4 Kasus itu, Banyuwangi itu merupakan yang terbesar Di Jawa Timur
“Hal ini menyingkap fakta, bahwa di balik gempita festival, ternyata Kabupaten ujung timur Pulau Jawa ini memiliki catatan kelam bahwa Kabupaten Banyuwangi Juara 1 kriminalisasi petani,”kata Aktivis LASKAR, Helmi Rosyadi,Rabu Pagi (16/6/21).
Laskar merinci kasus krimimalisasi Di Kabupaten Banyuwangi seperti terjadi pada tahun 2018 pada rakyat kecil Budi Pego (Tumpang Pitu, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran) maupun Kasus Satumin (Desa Bayu, Kecamatan Songgon).
Pada tahun 2021 ini kriminalisasi petani kembali terjadi menimpa 3 warga Desa Alasbuluh, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi.
Perjuangan Ahmad Busi’in, H. Sugianto, dan Abdullah bersama warga Desa Alasbuluh lainnya menyelamatkan desa, lahan pertanian dan tempat tinggal dari dampak buruk tambang galian C di tahun 2018 berbuah pelaporan ke Kepolisian.
“Ketiga petani tersebut divonis hukuman penjara 3 bulan dan denda Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah) oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi,”rincinya.
Kriminalisasi terhadap petani di Banyuwangi kembali terjadi, Selasa, 20 April 2021, 3 petani Desa Pakel, Kecamatan Licin memenuhi panggilan penyidik Polresta Banyuwangi, 2 Diantaranya ditetapkan menjadi tersangka.
LASKAR mencatat Warga Pakel bernama (Sagidin dan Muhadin telah menjadi tersangka dan dijerat dengan pasal 55 dan 107 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan dengan pelapor Djohan Soegondo, pemilik PT Bumi Sari Maju Sukses.
“Padahal sejak 24 September 2020, bertepatan dengan Hari Tani Nasional, warga Pakel telah memutuskan untuk melakukan aksi reklaiming di atas tanah leluhur mereka seluas 271,6 hektare yang selama ini dirampas oleh PT Bumi Sari Maju Sukses. Aksi itu terus berlangsung hingga saat ini,”ungkapnya.
Saat ini di Pakel terdapat 7 posko perjuangan dan 1 mushola telah berdiri. Warga rutin menggelar kegiatan istiqosah, pengajian, dan diskusi perjuangannya.
Dan tiap malam menurutnya, sedikitnya 800 KK juga tidur di posko tersebut secara bergantian.
Enam bulan terakhir (Desember 2020-Juni 2021), warga memulai pertanian kolektif di lahan perjuangan.
Namun, perjuangan yang dilakukan warga kini berbuah teror.
Tanaman yang siap dipanen dan pondok-pondok yang dibangun dengan gotong royong mulai dirusak dan dibabat oleh sekelompok preman bayaran perusahaan.
Jauh sebelum peristiwa kriminalisasi terhadap kedua petani tersebut, warga Pakel sebenarnya telah mengalami berbagai kekerasan dan tindakan represif oleh aparat karena terus berjuang menuntut hak atas tanah.
Misalnya, pada tahun 1999 dan 2001, saat melakukan aksi pendudukan lahan, warga juga ditangkap, dipenjara, dan mengalami berbagai tindakan kekerasan fisik dan penyiksaan.
Bahkan, sebagian besar kaum laki-laki dewasa juga terpaksa meninggalkan Desa Pakel untuk menghindari penangkapan dan kejaran aparat.
Padahal apa yang dilakukan warga sebelumnya dengan keyakinan tanah yang dia duduki dia tanami bukan masuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) PT Bumi Sari Maju Sukses.
Ini berkaitan rujukan Surat Keputusan Kementerian Dalam Negeri, tertanggal 13 Desember 1985, nomor SK.35/HGU/DA/85, disebutkan bahwa PT Bumi Sari Maju Sukses hanya mengantongi HGU dengan luas 1189,81 hektar, yang terbagi dalam 2 Sertifikat, yakni: sertifikat HGU Nomor 1 Kluncing, seluas 1.902.600 meter persegi dan Sertifikat HGU nomor 8 Songgon, seluas 9.995.500 meter persegi. 2 sertifikat tersebut kembali menegaskan bahwa Desa Pakel bukanlah termasuk dalam kawasan HGU PT Bumi Sari Maju Sukses.
Pada tahun 2015, melalui Surat Keputusan Bupati Banyuwangi, nomor 188/402/KEP/429.011/2015 tentang Penetapan dan Penegasan Batas Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi, juga menyatakan bahwa tidak terdapat HGU PT Bumi Sari di Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi. Namun, dalam praktiknya, PT Bumi Sari mengklaim mengantongi HGU hingga Desa Pakel sampai saat ini.
Ini juga telah dipertegas BPN Banyuwangi pada tahun 2018 melalui surat nomor 280/600.1.35.10/II/2018, tanggal 14 Februari 2018, yang isinya menegaskan bahwa tanah Desa Pakel tidak masuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) PT Bumi Sari Maju Sukses.
Surat pernyataan BPN tersebut juga kembali menjadi motivasi warga Pakel melakukan aksi penanaman kembali di lahan tersebut dengan ribuan batang pohon pisang pada akhir Desember 2018.
“Namun, Januari 2019, Djohan Soegondo, pemilik PT Bumi Sari Maju Sukses melaporkan warga dengan tuduhan telah menduduki lahan perkebunan. 26 warga dipanggil oleh pihak kepolisian, 1 orang diantaranya bahkan ditetapkan sebagai tersangka, namun diputuskan tidak bersalah oleh Pengadilan Negeri Banyuwangi,”ulasnya.
Jika dirunut kembali jauh ke belakang, LASKAR menukil jurnal dilaman walhijatim.or.id. berjudul kronologi konflik agraria warga pakel banyuwangi, bahwa perjuangan warga Pakel dalam melawan perampasan tanah dan ruang hidup hampir mencapai 1 Abad (1925-2021).
Saat ini warga terus berjuang salah satunya memperluas dukungan, solidaritas dan perlawanan atas upaya kriminalisasi.
Rukun Tani Sumberejo, Pakel menggalang tandatangan petisi berjudul hentikan kriminalisasi pejuang tanah desa pakel Banyuwangi
Petisi tersebut telah ditanda tangani mencapai 1500 (seribu lima ratus) sebagai bentuk dukungan kepada warga Pakel.
Petisi berisi tuntutan agar Presiden Joko Widodo agar memerintahkan agar memerintahkan Kapolri beserta jajarannya untuk mengusut dugaan tindak pidana penguasaan lahan secara ilegal yang dilakukan oleh PT Bumi Sari Maju Sukses, seperti yang telah dijelaskan dalam surat Kemendagri tahun 1985 dan Surat Keterangan BPN Banyuwangi tahun 2018.
Dalam petisi tersebut sekaligus meminta presiden untuk memerintahkan Kapolri berperan menghentikan seluruh tindakan kriminalisasi terhadap warga Pakel, demi terciptanya pemerintahan yang adil, dan menjunjung penegakan nilai-nilai Hak Azasi Manusia.
Petisi tersebut akan diserahkan langsung ke Presiden Joko Widodo, Kapolri, Menteri ATR/BPN, Kapolda Jatim, Kepala Kantor BPN Jatim, Kepala Kantor BPN Banyuwangi, Bupati Banyuwangi dan Kapolresta Banyuwangi pada hari Kamis tanggal 17 Juni 2021.(*).
Sumber : Pers Release LASKAR.