Faktanews.co.id- (Internasional)– Menyusul Infeksi dan kematian yang diduga virus korona di India mendekati rekor tertinggi harian pada hari Senin, 10 Mei 2021, berakibat banyaknya permintaan masyarakat kepada pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi untuk melakukan lockdown atau penguncian pada negara terpadat kedua di dunia itu.
Diketahui ada sebanyak 366.161 infeksi baru dan 3.754 kematian, hal ini dilaporkan oleh kementerian kesehatan mengalami penurunan sedikit dari puncak meluapkan kasus baru-baru ini.
Sesuai data yang ada, dilaporkan pandemi virus corona telah menghancurkan India, dengan 22,66 juta kasus dan 246.116 kematian, yang rata-rata dikarenakan rumah sakit kehabisan oksigen dan tempat tidur serta kamar mayat dan krematorium meluap.
Para ahli mengatakan jumlah sebenarnya bisa lima hingga 10 kali lebih tinggi, dan warga di seluruh negeri berjuang untuk mendapatkan tempat tidur rumah sakit, oksigen, atau obat-obatan, menyebabkan banyak yang meninggal karena kurangnya perawatan.
Sementara itu, beberapa waktu lalu India juga sempat dihebohkan terkait kepercayaan warga setempat bahwa kotoran sapi bisa dijadikan penangkal dan obat COVID-19.
Hal tersebut kini, ditanggapi oleh Dokter di India yang memperingatkan praktik penggunaan kotoran sapi dengan keyakinan itu akan menangkal COVID-19 tersebut, tidak ada bukti ilmiah untuk keefektifannya dan justru bisa berisiko menyebarkan penyakit lain.
Di negara bagian Gujarat di India barat, beberapa orang percaya telah pergi ke tempat penampungan sapi seminggu sekali untuk menutupi tubuh mereka dengan kotoran sapi dan air kencing dengan harapan itu akan meningkatkan kekebalan mereka terhadap, atau membantu mereka pulih dari, virus corona.
Dalam agama Hindu, sapi adalah simbol suci kehidupan dan bumi, dan selama berabad-abad umat Hindu telah menggunakan kotoran sapi untuk membersihkan rumah mereka dan untuk ritual doa, karena dipercaya memiliki khasiat terapeutik dan antiseptik.
“Kami melihat bahkan dokter datang ke sini. Keyakinan mereka adalah terapi ini bisaj meningkatkan kekebalan mereka dan mereka dapat pergi dan merawat pasien tanpa rasa takut,” kata Gautam Manilal Borisa, seorang manajer asosiasi di sebuah perusahaan farmasi, yang mengatakan praktik tersebut membantunya pulih dari COVID-19 tahun lalu.
Sejak itu ia menjadi anggota tetap Shree Swaminarayan Gurukul Vishwavidya Pratishthanam, sebuah sekolah yang dijalankan oleh biksu Hindu yang terletak tepat di seberang jalan dari markas besar Zydus Cadila (CADI.NS) India , yang sedang mengembangkan vaksin COVID-19 sendiri.
Saat mereka ini menunggu kotoran dan campuran urin di tubuh mereka mengering, mereka memeluk atau menghormati sapi di tempat penampungan, dan berlatih yoga untuk meningkatkan tingkat energi. Kemudian yang terakhir dicuci dengan susu atau buttermilk.
Para dokter dan ilmuwan di India dan di seluruh dunia telah berulang kali memperingatkan agar tidak mempraktikkan pengobatan alternatif untuk COVID-19, dengan mengatakan hal itu dapat menyebabkan rasa aman yang salah dan memperumit masalah kesehatan.
“Tidak ada bukti ilmiah yang konkret bahwa kotoran sapi atau urin berfungsi untuk meningkatkan kekebalan terhadap COVID-19, itu sepenuhnya didasarkan pada keyakinan,” kata Dr JA Jayalal, presiden nasional di Indian Medical Association.
“Ada juga risiko kesehatan yang terlibat dalam mengolesi atau mengonsumsi produk ini – penyakit lain dapat menyebar dari hewan ke manusia,” sambungnya.
Selain itu, dengan adanya praktik tersebut dikhawatirkan mampu menjadi jembatan penyebaran virus karena melibatkan orang yang berkumpul dalam kelompok.
Menurut Madhucharan Das, yang bertanggung jawab atas penampungan sapi lain di Ahmedabad, mengatakan bahwa mereka membatasi jumlah peserta.