FAKTANEWS.CO.ID – Sebulan lalu tepatnya mulai 2 Februari 2021 Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Perpres sempat menetapkan industri minuman keras (miras) masuk dalam Daftar Positif Investasi.
Belakangan, usai dikritik Ormas Agama dan masukan pihak terkait lainnya dari provinsi dan daerah-daerah, Presiden Jokowi akhirnya mencabut Perpres terkait investasi miras tersebut.
Mengenai investasi miras yang mendapatkan penolakan dari berbagai pihak tersebut, sebelumnya kebijakan Presiden Jokowi tertuang dalam Peraturan Presiden/Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
Perpres tersebut merupakan turunan UU Cipta Kerja dan salah satunya pembukaan keran investasi miras.
Dalam aturan itu, disebutkan bahwa investasi miras boleh dilakukan di wilayah Papua, Nusa Tenggara Timur, Bali, dan Sulawesi Utara.
Penanaman modal baru hanya dapat dilakukan di beberapa daerah di Indonesia, yakni Provinsi Bali, Nusa Ternggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan lokal.
Nantinya, penanaman modal tersebut juga akan ditetapkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berdasarkan usulan gubernur.
Namun demikian, bukan hal tidak mungkin Perpres tersebut juga membuka peluang investasi serupa di daerah lain.
“Setelah menerima masukan-masukan dari ulama-ulama MUI, Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah dan ormas-ormas lainnya serta tokoh-tokoh agama yang lain. Dan juga masukan dari provinsi dan daerah, bersama ini saya sampaikan saya putuskan lampiran perpres terkait pembukaaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut,” ucap Presiden Jokowi dalam keterangan di kanal Sekretariat Presiden, Selasa (2/3/2021).
Sebelumnya ormas terbesar NU telah merespon dan secara tegas menolak Perpres tersebut.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siroj mengatakan, kitab umat Islam Al-Quran, telah sangat jelas mengharamkan minuman keras karena menimbulkan banyak mudarat.
“Kita sangat tidak setuju dengan Perpres terkait investasi miras. Dalam Al-Quran dinyatakan, ‘Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan”, terangnya.
Menurutnya, seharusnya kebijakan pemerintah atau pemimpin harus didasarkan pada kemaslahatan rakyat.
Penolakan keras juga datang dari PP Muhammdiyah, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nasir sempat menggelar keterangan pers.
“Muhammadiyah juga memiliki pandangan pembangunan ekonomi tidak boleh bertentangan dengan agama nilai-nilai agama Pancasila dan kebudayaan luhur pembangunan ekonomi,” kata Haedar pada keterangan pers, Selasa (2/3/2021).
Haedar menegaskan semestinya pembangunan ekonomi politik budaya juga terintegrasi dengan nilai-nilai agama, moral generasi bangsa dan kebudayaan luhur bangsa.
“Dengan rendah hati bahwa berbagai kebijakan yang bertentangan dengan nilai Pancasila dan nilai luhur bangsa semestinya tidak dilakukan,” Ungkapnya.
Muhammadiyah tegas Haedar, masih optimistis, pemerintah dengan seluruh kekuatan nasional dan daerah akan mampu membangun bangsa dan negara ini dengan sumber daya alam yang kaya dan modal sosial luar biasa.(*yot/hay).