Faktanews.co.id.– Mabes Polri menghadirkan para Aktivis yang sebelumnya ditangkap dengan tangan diborgol ketika ditampilkan dalam jumpa pers di Bareskrim Polri, pada hari Kamis (15/10/2020) siang.
Mereka diantaranya adalah aktivis anggota Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) terkait Aksi penolakan Undang-undang Cipta Kerja.
Jumpa pers tersebut sebagai tindak lanjut Polri telah menangkap delapan orang yang tergabung dalam KAMI.
Empat orang yang diamankan di Medan dan telah ditetapkan sebagai tersangka antara lain Juliana, Devi, Khairi Amri dan Wahyu Rasari Putri.
Empat orang aktivis KAMI lainnya diamankan di Jakarta, Anton Permana, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dan Kingkin.
Dari tangkapan itu, limanya aktivis jadi tersangka dugaan menyebarkan hasutan dan berita hoaks melalui media sosial sehingga mengakibatkan aksi anarkisme dan vandalisme saat unjuk rasa menentang UU Cipta Kerja sehingga membuat aparat keamanan luka dan rusaknya fasilitas umum, fasilitas Polri dan fasilitas pemerintah.
Kelima tersangka kini mendekam di Rutan Bareskrim dikenakan Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45A ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 Tentang ITE, Pasal 14 ayat 1 dan 2, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman hukuman enam tahun hingga 10 tahun penjara
Salah satu aktivis KAMI, Jumhur Hidayat dikenal sebagai aktivis ’98 jebolan Institut Teknologi Bandung (ITB) yang pernah menduduki jabatan sebagai Kepala BNP2TKI di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Ia sempat menjadi salah satu pendukung Joko Widodo pada Pemilu tahun 2014, sebelum menjadi salah satu anggota KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) yang dideklarasikan Agustus lalu.
Jumhur disebut polisi mengunggah konten kebencian dan berita bohong bernuansa SARA di media sosial yang mengakibatkan terjadinya anarkisme dan vandalisme dalam unjuk rasa menentang UU Cipta Kerja.
“JH modusnya mengunggah konten ujaran kebencian di akun Twitter milik JH,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (15/10/2020).
Menurut Argo di akun Twitter @jumhurhidayat, Jumhur memposting kalimat “UU memang untuk primitif, investor dari RRC dan pengusaha rakus.”
Polisi juga mengungkap peranan empat tersangka lainnya yakni DW, AP, SN, dan KA.
Tersangka DW melalui akun Twitter @podo_ra_dong dan @podoradong memposting tulisan “Bohong kalau urusan Omnibus Law bukan urusan Istana tapi sebuah kesepakatan dan sebagainya”.
Tersangka AP (Anton Permana) memposting konten di akun Facebook dan Youtube milik AP yakni video hoaks berjudul “TNI ku sayang TNI ku malang”.
Kemudian beberapa yang tulisan yang diunggah AP di media sosialnya di antaranya “Multifungsi Polri yang melebihi peran dwifungsi ABRI yang dulu kita caci maki yang NKRI kebanyakan menjadi Negara Kepolisian Republik Indonesia,” “Disahkan UU Ciptaker bukti negara ini telah dijajah,” “Negara sudah tak kuasa lindungi rakyatnya” dan “Negara dikuasai oleh cukong, VOC gaya baru.”
Tersangka Syahganda Nainggolan menulis di akun Twitter @syahganda: “Tolak Omnibus Law,” “Mendukung demonstrasi buruh, turut mendoakan berlangsungnya demo buruh.”
Tersangka KA (Khairi Amri) melalui akun Facebook-nya mengunggah 13 butir pasal-pasal dari UU Cipta Kerja yang seluruh isinya bertentangan dengan UU Cipta Kerja yang asli.
“KA ini menyiarkan berita bohong di Facebook dengan motif mendukung penolakan UU Cipta Kerja,” tutur Argo.
Tersangka Syahganda Nainggolan menulis di akun Twitter @syahganda: “Tolak Omnibus Law,” “Mendukung demonstrasi buruh, turut mendoakan berlangsungnya demo buruh.”(*hay)