Faktanews.co.id.–Sejumlah aktivis, politikus dan elemen lainnya di Jember mengadakan aksi potong rambut hingga gundul di halaman DPRD Jember pada Rabu (9/9).
Nampak dalam aksi tersebut, anggota dewan David Handoko Seto, (Fraksi NasDem, KH Muhmmad Ayub Syaiful Ridjal (Gus Syef), pengasuh Pondok Pesantren Ash-Shiddiq Putri (Ashri), Kustiono Musri, salah satu aktivis Gerakan Reformasi Jember (GRJ) dikabarkan juga ikut mengkoordinir aksi cukur gundul tersebut.
Aksi ini dilakukan sebagai simbol keberhasilan terkait Keputusan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yang memberikan sanksi tidak gajian kepada Bupati Jember, dr Faida.
Gubernur Khofifah memberikan sanksi administratif berupa tidak dibayarkannya hak keuangan kepada Bupati Jember, dr Faida yang dalam waktu beberapa hari lagi akan mengajukan cuti kampanye menjadi peserta Pilkada dari Partai Independen.
Sanksi dijatuhkan menyusul hasil pemeriksaan Inspektorat Jawa Timur, bahwa Bupati adalah pihak yang bersalah menghambat pembahasan Rancangan APBD 2020.
Sanksi tidak gajian selama 6 bulan ke depan kepada Bupati Faida yang masa jabatan bupati Faida akan berakhir pada Februari 2021 atau tersisa sekitar lima bulan lagi itu, berlaku sejak surat diterima, yakni Senin (07/09) kemarin.
“Kita mengkritik bukan atas dasar benci, kita juga tidak mensyukuri sanksi. Tetapi kita mengapresiasi proses dari ditegakkannya aturan yang berlaku di negeri ini,” tutur Gus Syef.
David Handoko Seto Anggota DPRD Jember Nasdem menyebut, sanksi gubernur Khofifah memperjelas bahwa DPRD bukan pihak yang menghambat proses pembahasan Rancangan APBD 2020 sebagaimana yang sebelumnya dituduhkan bupati Jember, Faida.
“Sanksi itu memang hanya tidak memberikan gaji dan hak keuangan kepada bupati selama 6 bulan. Tetapi makna dari sanksi itu adalah (jawaban) siapa yang menyebabkan pembangunan di Jember terhenti selama tahun anggaran 2020 ini,” tutur pria yang juga Ketua Komisi C DPRD Jember ini.
Ketua Gabungan Pedagang Tradisional Jember, Syamsul Bustami dan rekan-rekannya merupakan salah satu elemen ikut menggunduli rambutnya.
Diketahui, menyusul pembahasan RAPBD 2020 macet karena tidak harmonisnya hubungan Legislatif dengan Bupati Jember (Eksekutif), bupati menggunakan payung Perkada untuk anggaran belanja Pemkab Jember. Sementara itu anggaran belanja daerah menurut Perkada tidak boleh proyek-proyek fisik namun bisa digunakan untuk belanja rutin seperti gaji Aparat Sipil Negara (ASN/PNS).
“Perekonomian selama masa kepemimpinan bupati sangat sulit, terutama sejak RAPBD 2020 mandek pembahasannya. Tidak ada proyek fisik dari pemerintah, sehingga banyak buruh yang menganggur,” kata Syamsul dikutip wartawan.(re/kin).