Faktanews.co.id.– Salah satu Anggota DPR RI Komisi I Fadli Zon mengungkap proses pengesahan undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) dalam rapat paripurna pada Senin, 5 Oktober 2020 yang dinilainya diluar kebiasaan.
Fadli mengaku pihak anggota dewan sama sekali tidak menerima naskah UU Ciptaker saat masih bersifat rancangan serta Rapur yang mendadak.
Menurut Fadli biasanya setiap naskah rancangan undang-undang (RUU) itu akan dibagikan kepada seluruh anggota dewan sebelum akhirnya disahkan.
“Pada rapur (rapat paripurna) 5 Oktober 2020, sebagai anggota @DPR_RI saya tidak terima naskah RUU. Biasanya dibagikan dan dicerna dulu. Jadi tak tahu naskah apa yang disahkan,” cuit Fadli dalam akun Twitternya @fadlizon Kamis (8/10/2020).
“Sampai sekarang pun belum terima naskah UU itu,” tambahnya.
Lebih jauh Fadli juga mengungkap soal pelaksanaan rapat paripurna (Rapur) dengan agenda pengesahan RUU Ciptaker yang dinilainya sangat mendadak hanya beberapa menit sebelum acara dimulai.
“Belum lagi rapat paripurna sangat mendadak, hanya tahu 15 menit sebelum dimulai,” ungkapnya.
Seperti diketahui, sementara dua fraksi yang menolak adalah Demokrat dan PKS menolak, pada akhirnya, DPR dengan tujuh dari sembilan fraksi PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PAN, dan PPP menyetujui mengesahkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi undang-undang dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Senayan pada Senin (5/10/2020) lalu.
Informasi dari Fadli Zon terbilang mengejutkan, Tidak sedikit publik yang merasa tambah kecewa dengan DPR. Dengan sesama anggota DPR saja tidak ada transparansi.
Terkait hal pengesahan UU Cipta Kerja yang sudah terlanjur disahkan, Fadli Zon meminta maaf.
“Saya mohon maaf, sebagai anggota DPR, saya yang termasuk tidak dapat mencegah disahkannya UU ini. Selain tidak ada di dalam pembahasan dan legistasi sayapun termasuk yang terkejut adanya pemajuan sidang paripurna beberapa waktu yang lalu,” ungkapnya juga di kanal YouTubenya.
Sementara itu dipicu pengesahan UU Cipta Kerja tersebut sejumlah aksi masa Mahasiswa dan buruh terjadi berbagai kota Provinsi dan kabupaten/kota bahkan diantaranya aksi tersebut berbuah surat permintaan Gubernur ataupun Bupati meminta Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan pemerintah pengganti Undang-undang (Perppu).****